Sabtu, 19 April 2014

Ulama Legendaris Dari Teluk Pakedai Kubu Raya

 

                                                        
  H. ISMAIL MUNDU

Mengenai Guru haji Ismail Mundu yang termaktub dalam buku yang ditulis oleh Baidillah Riyadi itu menggambarkan Haji Ismail mundu sebagai ulama yang tersohor dari keturunan raja Sawito di Sulawesi Selatan. Beliau lahir pada tahun 1287 H yang bertepatan pada tahun 1870 M. Ayahnya bernama Daeng Abdul Karim alias Daeng Talengka bin Daeng Palewo Arunge Lamongkona bin Arunge Kaceneng Appalewo bin Arunge Betteng Wajo’ Sulawesi Selatan dari keturunan Maduk Kalleng. Sementara Ibunya bernama Zahra (Wak Soro) berasal dari daerah Kakap, Kalimantan barat. Di masa kecilnya, H. Ismail mundu sudah mulai mendalami dan mengamalkan ajaran Islam secara bersungguh-sungguh. Dan di masa itu beliau belajar dengan beberapa guru, antara lain dengan H. Muhammad bin H. Ali, dengan waktu tujuh bulan, H. Islmail mundu berhasil belajar Alquran dan menghatamkannya. Guru selanjutnya adalah H. Abdul Ibnu Salam yang berdomisili di Kakap, kemudian  beliau berguru dengan seorang mufti di Makkah, yaitu Sayyed Abdullah Azzawawi. Setelah puas belajar di Makkah, beliau kembali ke tanah Bugis dan belajar agama dengan Tuan Umar Sumbawa. Setelah usianya genap dua puluh tahun, Haji Ismail Mundu kemudian menunaikan ibadah haji untuk pertama kalinya. Di  sana beliau mengakhiri masa lajangnya yang kemudian menikahi seorang gadis berdarah Arab yang bernama Ruzlan Alhabsyi. Mungkin Allah berkehendak lain, pernikahan dengan gadis Arab itu tak berlangsung lama. Istrinya pulang ke rahmatullah.  Namun, rasa sedih itu diobati dengan menikah kembali dengan seorang gadis yang berasal dari Pulau Sarasan yang bernama Hj. Aisyah. Benih-benih cinta benar-benar hanya diujung pelupuk mata, sebab biduk rumah tangga beliau bersama Hj. Aisyah tak berlangsung lama, karena berpulang ke rahmatullah. Namun, kembali beliau membangun rumah tangga dengan menikahi seorang wanita yang berasal dari Desa Sungai Kakap Pontianak yang merupakan masih dalam ikatan keluarga (sepupu) yang bernama Haffa binti H. Semaila. Dari pernikahan itu beliau mendapat tiga orang anak. Kembali, jiwa beliau di uji. Istri beliau meninggal saat melahirkan anak ketiganya. Sementara itu, anak-anak beliau juga meninggal di usia muda. Setelah itu, beliau kembali menikah untuk keempat kalinya dengan seorang wanita yang berkebangsaan Arab yang bernama Hj. Asmah. Selanjutnya beliau menunaikan ibadah haji bersama istrinya. sembari beribadah, beliau kembali menemui gurunya untuk belajar ilmu agama yaitu Sayyed  Abdullah Azzawawi. Pada tahun 1904 M, beliau kembali ke Indonesia, tepatnya di Desa Teluk Pakedai.  Di desa itu beliau menggaungkan nilai-nilai Islam dengan cara merubah kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti adu ilmu dan perilaku kebatilan lainnya. Berkat kegigihan dan kerja keras beliau, desa itu kian membaik dan nilai-nilai Islam tumbuh dengan baik. Dengan itu, beliau mendapatkan simpati dari raja Kubu, sehingga beliau kemudian diangkat menjadi mufti  di keraajaan Kubu pada tahun 1907 M. Di desa tersebut beliau kemudian membangun masjid Nasrullah yang kini dikenal dengan nama masjid Batu. Selain tempat ibadah, Masjid itu kini menjadi tempat wisata sejarah bagi wisatawan yang diresmikan oleh pemerintah kabupaten Kubu Raya, sekaligus mengenang jasa Guru Haji Ismail Mundu. Begitu besar peran beliau di desa tersebut sehingga kini meskipun jasad beliau telah tiada, tapi namany dikenal abadi, di desa Teluk Pakedai, Pontianak, bahkan dari luar Kalimantan Barat. 

     Masjid yang didirakan oleh H.Ismail Mundu (Masjid Nasrullah)
 

                                                     





      makam H. Ismail Mundu




Tidak ada komentar:

Posting Komentar